I. UMUM
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara dua benua dan dua samudera, mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk mendukung pembangunan ekonomi, pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional, serta menciptakan ketertiban dunia dan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.
Dalam Undang-Undang ini pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut:
1) urusan pemerintahan di bidang prasarana Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
2) urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
3) urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang industri;
4) urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi; dan
5) urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap pembina bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terlihat lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan. Terhadap hal-hal yang bersifat teknis operasional, yang semula dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya, dalam Undang-Undang ini telah diatur secara tegas dan terperinci dengan
maksud agar ada kepastian hukum dalam pengaturannya sehingga tidak memerlukan lagi banyak peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya. Penajaman formulasi mengenai asas dan tujuan dalam Undang-Undang ini, selain untuk menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain, juga mempunyai tujuan untuk mendorong perekonomian nasional, mewujudkan kesejahteraan rakyat, persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Aspek keamanan juga mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, di dalam Undang-Undang ini juga ditekankan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan.
Dalam Undang-Undang ini juga disempurnakan terminologi mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
Dalam rangka mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis global yang membutuhkan ketangguhan bangsa untuk berkompetisi dalam persaingan global serta untuk memenuhi tuntutan paradigma baru yang mendambakan pelayanan Pemerintah yang lebih baik, transparan, dan akuntabel, di dalam Undang-Undang ini dirumuskan berbagai terobosan yang visioner dan perubahan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-Undang ini berdasar pada semangat bahwa penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang bersifat lintas sektor harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh para pembina beserta para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Guna mengatasi permasalahan yang sangat kompleks, Undang-Undang ini mengamanatkan dibentuknya forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut merupakan badan ad hoc yang berfungsi sebagai wahana untuk menyinergiskan tugas pokok dan fungsi setiap instansi penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka menganalisis permasalahan, menjembatani, menemukan solusi, serta meningkatkan kualitas pelayanan, dan bukan sebagai aparat penegak hukum.
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut mempunyai tugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan keanggotaan forum tersebut terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.
Untuk mempertahankan kelaikan kondisi jalan dan untuk menekan angka kecelakaan, dalam Undang-Undang ini telah dicantumkan pula dasar hukum mengenai Dana Preservasi Jalan. Dana Preservasi Jalan hanya digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan, yang pengelolaannya dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian. Dana Preservasi Jalan dikelola oleh Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri yang membidangi jalan, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan industri di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban mendorong industri dalam negeri, antara lain dengan cara memberikan fasilitas, insentif, dan menerapkan standar produk peralatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pengembangan
industri mencakup pengembangan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan cara dan metode rekayasa, produksi, perakitan, dan pemeliharaan serta perbaikan.
Untuk menekan angka Kecelakaan Lalu Lintas yang dirasakan sangat tinggi, upaya ke depan diarahkan pada penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia.
Upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan Kendaraan, termasuk pengawasan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang lebih intensif. Upaya pengaturan meliputi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan modernisasi sarana dan Prasarana Lalu Lintas. Upaya penegakan hukum dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas.
Dalam rangka mewujudkan kesetaraan di bidang pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang ini mengatur pula perlakuan khusus bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit. Bentuk perlakuan khusus yang diberikan oleh Pemerintah berupa pemberian kemudahan sarana dan prasarana fisik atau nonfisik yang meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan, dan fasilitas pelayanan.
Untuk meningkatkan pelayanan di bidang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, Undang-Undang ini mengatur dan mengamanatkan adanya Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didukung oleh subsistem yang dibangun oleh setiap Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu. Pengelolaan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan mengenai operasionalisasi Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara terintegrasi melalui pusat kendali dan data.
Undang-Undang ini juga menegaskan keberadaan serta prosedur pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) untuk menjamin kelancaran pelayanan administrasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi serta Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas (SWDKLL).
Dalam rangka memajukan usaha di bidang angkutan umum, Undang- Undang ini juga mengatur secara terperinci ketentuan teknis operasional mengenai persyaratan badan usaha angkutan Jalan agar mampu tumbuh sehat, berkembang, dan kompetitif secara nasional dan internasional.
Selanjutnya, untuk membuka daerah terpencil di seluruh wilayah Indonesia, Undang-Undang ini tetap menjamin pelayanan angkutan Jalan perintis dalam upaya peningkatan kegiatan ekonomi.
Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, Undang- Undang ini mengatur persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan bermotor. Setiap jenis Kendaraan Bermotor yang berpotensi menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib dilakukan uji berkala.
Untuk memenuhi kebutuhan angkutan publik, dalam norma Undang- Undang ini juga ditegaskan bahwa tanggung jawab untuk menjamin tersedianya angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dalam pelaksanaanya Pemerintah dapat melibatkan swasta.
Dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas tersebut meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan. Untuk menangani masalah Kecelakaan Lalu Lintas, pencegahan kecelakaan dilakukan melalui partisipasi para pemangku kepentingan, pemberdayaan masyarakat, penegakan hukum, dan kemitraan global.
Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dimaksud, dilakukan dengan pola penahapan, yaitu program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Selain itu, untuk menyusun program pencegahan kecelakaan dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Berkaitan dengan tugas dan wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini diatur bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya PPNS agar selalu berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai koordinator dan pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan serta adanya kepastian hukum sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundangundangan, antara lain Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam Undang-Undang ini, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat.
Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda. Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara Jalan. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang berprestasi.
Undang-Undang ini pada dasarnya diatur secara komprehensif dan terperinci. Namun, untuk melengkapi secara operasional, diatur ketentuan secara teknis ke dalam peraturan pemerintah, peraturan Menteri, dan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Untuk menghindari kekosongan hukum, semua peraturan pelaksanaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang- Undang ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”asas transparan” adalah keterbukaan
dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada
masyarakat luas dalam memperoleh informasi yang benar, jelas,
dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan
berpartisipasi bagi pengembangan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”asas akuntabel” adalah
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah
penjaminan kualitas fungsi lingkungan melalui pengaturan
persyaratan teknis laik kendaraan dan rencana umum
pembangunan serta pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
- 8 -
Pasal 6 . . .
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”asas partisipatif” adalah pengaturan
peran serta masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan,
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, penanganan
kecelakaan, dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas bermanfaat” adalah semua
kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas efisien dan efektif” adalah
pelayanan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang dilakukan oleh setiap pembina pada jenjang
pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Huruf g
Yang dimaksud dengan ”asas seimbang” adalah
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang harus
dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan
prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban Pengguna Jasa
dan penyelenggara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas terpadu” adalah penyelenggaraan
pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan
dengan mengutamakan keserasian dan kesalingbergantungan
kewenangan dan tanggung jawab antarinstansi pembina.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”asas mandiri” adalah upaya
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melalui
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
- 9 -
Pasal 14 . . .
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”
adalah badan ad hoc yang berfungsi sebagai wahana untuk
menyinergikan tugas pokok dan fungsi setiap instansi
penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka:
a. menganalisis permasalahan;
b. menjembatani, menemukan solusi, dan meningkatkan
kualitas pelayanan; dan
c. bukan sebagai aparat penegak hukum.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
- 10 -
Pasal 22 . . .
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”keadaan tertentu” adalah dalam hal
berikut:
a. Lalu Lintas yang membutuhkan Prasarana Jalan adalah
Lalu Lintas dengan muatan sumbu terberat kurang dari 8
(delapan) ton; dan/atau
b. Penyelenggara Jalan belum mampu membiayai penyediaan
Prasarana Jalan untuk Lalu Lintas dengan muatan sumbu
terberat paling berat 8 (delapan) ton.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
- 11 -
Pasal 36 . . .
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
- 12 -
Pasal 43 . . .
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “fasilitas utama” adalah jalur
keberangkatan, jalur kedatangan, ruang tunggu penumpang,
tempat naik turun penumpang, tempat parkir kendaraan, papan
informasi, kantor pengendali terminal, dan loket.
Yang dimaksud dengan “fasilitas penunjang” antara lain adalah
fasilitas untuk penyandang cacat, fasilitas kesehatan, fasilitas
umum, fasilitas peribadatan, pos kesehatan, pos polisi, dan alat
pemadam kebakaran.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lingkungan kerja Terminal” adalah
lingkungan yang berkaitan langsung dengan fasiltas Terminal
dan dibatasi dengan pagar.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”penyelenggara Terminal” adalah unit
pelaksana teknis dari Pemerintah Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
- 13 -
Ayat (2) . . .
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Parkir untuk umum” adalah tempat
untuk memarkir kendaraan dengan dipungut biaya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tempat penyeberangan” dapat
berupa zebra cross dan penyeberangan yang berupa
jembatan atau terowongan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 14 -
Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “mobil penumpang” adalah
Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat
duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk
Pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga
ribu lima ratus) kilogram.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “mobil bus” adalah Kendaraan
Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk
lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi
atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus)
kilogram.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “mobil barang” adalah Kendaraan
Bermotor yang digunakan untuk angkutan barang.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kendaraan khusus” adalah
Kendaraan Bermotor yang dirancang khusus yang memiliki
fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain:
a. Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia;
b. Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
c. alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas
(stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane; serta
d. Kendaraan khusus penyandang cacat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 15 -
Huruf c . . .
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “susunan” terdiri atas:
a. rangka landasan;
b. motor penggerak;
c. sistem pembuangan;
d. sistem penerus daya;
e. sistem roda-roda;
f. sistem suspensi;
g. sistem alat kemudi;
h. sistem rem;
i. sistem lampu dan alat pemantul cahaya, terdiri atas:
1. lampu utama dekat, warna putih, atau kuning
muda;
2. lampu utama jauh, warna putih, atau kuning muda;
3. lampu penunjuk arah, warna kuning tua dengan
sinar kelap-kelip;
4. lampu rem, warna merah;
5. lampu posisi depan, warna putih atau kuning muda;
6. lampu posisi belakang, warna merah; dan
7. lampu mundur, warna putih atau kuning muda;
j. komponen pendukung, yang terdiri atas:
1. pengukur kecepatan (speedometer);
2. kaca spion;
3. penghapus kaca kecuali sepeda motor;
4. klakson;
5. spakbor; dan
6. bumper kecuali sepeda motor.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perlengkapan” terdiri atas:
a. sabuk keselamatan;
b. ban cadangan;
c. segitiga pengaman;
d. dongkrak;
e. pembuka roda;
f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi
Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih, yang
tidak memiliki rumah-rumah; dan
g. peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.
- 16 -
Ayat (3) . . .
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ukuran” adalah dimensi utama
Kendaraan Bermotor, antara lain panjang, lebar, tinggi,
julur depan (front over hang), julur belakang (rear over
hang), dan sudut pergi (departure angle).
Huruf d
Yang dimaksud dengan “karoseri” adalah badan kendaraan,
antara lain kaca-kaca, pintu, engsel, tempat duduk, tempat
pemasangan tanda nomor Kendaraan Bermotor, tempat
keluar darurat (khusus mobil bus), tangga (khusus mobil
bus), dan perisai kolong (khusus mobil barang).
Huruf e
Yang dimaksud dengan “rancangan teknis kendaraan
sesuai dengan peruntukannya” adalah rancangan yang
sesuai dengan fungsi:
a. kendaraan bermotor untuk mengangkut orang; atau
b. kendaraan bermotor untuk mengangkut barang.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “pemuatan” adalah tata cara untuk
memuat orang dan/atau barang.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “penggunaan” adalah cara
menggunakan Kendaraan Bermotor sesuai dengan
peruntukannya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”penggandengan Kendaraan
Bermotor” adalah cara menggandengkan Kendaraan
Bermotor dengan menggunakan alat perangkai.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “penempelan Kendaraan Bermotor”
adalah cara menempelkan Kendaraan Bermotor dengan:
a. menggunakan alat perangkai;
b. menggunakan roda kelima yang dilengkapi dengan alat
pengunci; dan
c. dilengkapi kaki-kaki penopang.
- 17 -
Pasal 55 . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “izin dari Pemerintah” adalah izin
dari kementerian negara yang membidangi sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berdasarkan
rekomendasi dari kementerian yang membidangi industri,
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
- 18 -
Pasal 60 . . .
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Yang dimaksud dengan “perlengkapan yang dapat mengganggu
keselamatan berlalu lintas” adalah pemasangan peralatan,
perlengkapan, atau benda lain pada Kendaraan yang dapat
membahayakan keselamatan lalu lintas, antara lain pemasangan
bumper tanduk dan lampu menyilaukan.
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah
Kendaraan yang karena sifat dan fungsinya diberi lampu isyarat
berwarna merah atau biru sebagai tanda memiliki hak utama
untuk kelancaran dan lampu isyarat berwarna kuning sebagai
tanda yang memerlukan perhatian khusus dari Pengguna Jalan
untuk keselamatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Kendaraan Bermotor yang memiliki hak
utama” adalah Kendaraan Bermotor yang mendapat prioritas
dan wajib didahulukan dari Pengguna Jalan lain.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
- 19 -
Ayat (2) . . .
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”mempunyai kualitas tertentu” adalah
bengkel umum yang mampu melakukan jenis pekerjaan
perawatan berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, serta
perbaikan sasis dan bodi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dimensi” adalah ukuran muatan yang
didasarkan pada panjang, lebar, dan tinggi bak kendaraan yang
memenuhi persyaratan keselamatan Kendaraan, Pengemudi,
dan Pengguna Jalan lain.
Yang dimaksud dengan “berat” adalah beban yang sesuai
dengan kemampuan penarik atau pendorong, kemampuan rem,
dan daya dukung sumbu roda sesuai dengan daya dukung
Jalan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 20 -
e. memindahkan . . .
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “fasilitas pendukung” antara lain berupa
lajur khusus sepeda, fasilitas menyeberang khusus dan/atau
bersamaan dengan Pejalan Kaki.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “cek fisik Kendaraan Bermotor” adalah
cek fisik yang disesuaikan dengan dokumen hasil uji tipe dan
dokumen pendukung lain.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” meliputi:
a. memindahkan kendaraan dari tempat penjual, distributor,
atau pabrikan ke tempat tertentu untuk mengganti atau
melengkapi komponen penting dari Kendaraan yang
bersangkutan atau ke tempat pendaftaran Kendaraan
Bermotor;
b. memindahkan dari satu tempat penyimpanan di suatu pabrik
ke tempat penyimpanan di pabrik lain;
c. mencoba Kendaraan Bermotor baru sebelum kendaraan
tersebut dijual;
d. mencoba Kendaraan Bermotor yang sedang dalam taraf
penelitian; atau
- 21 -
Ayat (2) . . .
e. memindahkan Kendaraan Bermotor dari tempat penjual ke
tempat pembeli.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pengesahan setiap tahun” adalah
sebagai pengawasan tahunan terhadap registrasi dan identifikasi
Kendaraan Bermotor serta menumbuhkan kepatuhan wajib
pajak Kendaraan Bermotor.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “bukti registrasi hilang atau rusak”
adalah kehilangan atau kerusakan Buku Pemilik Kendaraan
Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan/atau
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “spesifikasi teknis Kendaraan
Bermotor diubah” adalah perubahan yang terjadi pada
spesifikasi teknis Kendaraan Bermotor, antara lain perubahan
mesin penggerak, perubahan karoseri, dan modifikasi.
Yang dimaksud dengan “fungsi Kendaraan Bermotor diubah”
adalah terjadinya perubahan fungsi Kendaraan Bermotor
Umum menjadi Kendaraan Bermotor perseorangan atau
sebaliknya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “beralih” adalah Kendaraan Bermotor
yang telah dijual atau dihibahkan.
Huruf d
Cukup jelas.
- 22 -
Huruf b . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “akreditasi” mencakup kelembagaan,
instruktur, kurikulum, kendaraan, pelatihan, dan sarana lain.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Huruf a
Cukup jelas.
- 23 -
Angka 5 . . .
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Kendaraan alat berat” antara lain
traktor, stoomwaltz, forklift, loader, excavator, buldozer, dan
crane.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Yang dimaksud dengan “tempat tertentu lainnya”
antara lain, Halte, pusat distribusi barang, pusat
pemerintahan, pusat pendidikan, dan pusat
perekonomian.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
- 24 -
Pasal 92 . . .
Angka 5
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Surat Izin Mengemudi bentuk lain”
adalah Surat Izin Mengemudi yang bentuknya disesuaikan
dengan perkembangan teknologi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
- 25 -
Ayat (3) . . .
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”tingkat pelayanan” adalah ukuran
kuantitatif (rasio volume per kapasitas) dan kualitatif yang
menggambarkan kondisi operasional, seperti kecepatan,
waktu perjalanan, kebebasan bergerak, keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam arus Lalu
Lintas serta penilaian Pengemudi terhadap kondisi arus
Lalu Lintas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 26 -
Pasal 98 . . .
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”perbaikan geometrik ruas jalan”
adalah perbaikan terhadap bentuk dan dimensi jalan,
antara lain radius, kemiringan, alinyemen (alignment), lebar,
dan kanalisasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “jalan kota” adalah seluruh Jaringan
Jalan yang berada dalam wilayah administratif kota, kecuali
jalan nasional dan jalan provinsi.
Pasal 97
Cukup jelas.
- 27 -
Ayat (3) . . .
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur” adalah pembangunan baru,
perubahan penggunaan lahan, perubahan intensitas tata guna
lahan dan/atau perluasan lantai bangunan dan/atau perubahan
intensitas penggunaan, perubahan kerapatan guna lahan
tertentu, penggunaan lahan tertentu, antara lain Terminal,
Parkir untuk umum di luar Ruang Milik Jalan, tempat pengisian
bahan bakar minyak, dan fasilitas umum lain.
Analisis dampak lalu lintas dalam implementasinya dapat
diintegrasikan dengan analisis mengenai dampak lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait di bidang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan” adalah instansi yang membidangi Jalan,
instansi yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari adalah
waktu yang disediakan untuk memberikan informasi kepada
Pengguna Jalan.
- 28 -
Pasal 106 . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “marka kotak kuning” adalah Marka
Jalan berbentuk segi empat berwarna kuning yang berfungsi
untuk melarang Kendaraan berhenti di suatu area.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 104
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”keadaan tertentu” adalah keadaan
sistem Lalu Lintas tidak berfungsi untuk Kelancaran Lalu Lintas
yang disebabkan, antara lain, oleh:
a. perubahan Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional;
b. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas tidak berfungsi;
c. adanya Pengguna Jalan yang diprioritaskan;
d. adanya pekerjaan jalan;
e. adanya bencana alam; dan/atau
f. adanya Kecelakaan Lalu Lintas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
- 29 -
Pasal 107 . . .
Pasal 106
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”penuh konsentrasi” adalah setiap orang
yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh
perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah,
mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau
video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman
yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga
memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “tanda bukti lain yang sah” adalah
surat tanda bukti penyitaan sebagai pengganti Surat Tanda
Nomor Kendaraan Bermotor, atau Surat Tanda Coba
Kendaraan Bermotor, Surat Izin Mengemudi, dan kartu uji
berkala.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
- 30 -
Pasal 116 . . .
Pasal 107
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kondisi tertentu” adalah kondisi jarak
pandang terbatas karena gelap, hujan lebat, terowongan, dan
kabut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah jika lajur
sebelah kanan atau paling kanan dalam keadaan macet, antara
lain akibat Kecelakaan Lalu Lintas, pohon tumbang, jalan
berlubang, genangan air, Kendaraan mogok, antrean mengubah
arah, atau Kendaraan bermaksud berbelok kiri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
- 31 -
Pasal 121 . . .
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tempat tertentu yang dapat
membahayakan” adalah:
a. tempat penyeberangan Pejalan Kaki atau tempat
penyeberangan sepeda yang telah ditentukan;
b. jalur khusus Pejalan Kaki;
c. tikungan;
d. di atas jembatan;
e. tempat yang mendekati perlintasan sebidang dan
persimpangan;
f. di muka pintu keluar masuk pekarangan;
g. tempat yang dapat menutupi Rambu Lalu Lintas atau Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas; atau
h. berdekatan dengan keran pemadam kebakaran atau sumber
air untuk pemadam kebakaran.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 119
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “isyarat tanda berhenti” dapat berupa
peralatan elektronik atau mekanik yang menunjukkan isyarat
dengan tulisan berhenti.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
- 32 -
Pasal 128 . . .
Pasal 121
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “isyarat lain” antara lain lampu darurat
dan senter.
Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah Kendaraan
dalam keadaan mogok, Kecelakaan Lalu Lintas, dan mengganti
ban.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Yang dimaksud dengan “jaringan Jalan” adalah satu kesatuan
jaringan yang terdiri atas sistem jaringan primer dan sistem jaringan
Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penyelenggaraan kegiatan di luar
fungsinya” antara lain:
a. kegiatan keagamaan;
b. kegiatan kenegaraan;
c. kegiatan olahraga; dan/atau
d. kegiatan budaya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kepentingan pribadi” antara lain untuk
pesta perkawinan, kematian, atau kegiatan lain.
- 33 -
Huruf b . . .
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “fasilitas lain” antara lain lampu yang
ada tandanya bagi Pejalan Kaki.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “retribusi pengendalian Lalu Lintas”
adalah dana yang dipungut dari Pengguna Jalan yang akan
memasuki ruas jalan atau kawasan yang telah ditetapkan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 134
Huruf a
Cukup jelas.
- 34 -
Huruf c . . .
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah
kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara
lain, Kendaraan untuk penanganan ancaman bom,
Kendaraan pengangkut pasukan, Kendaraan untuk
penanganan huru-hara, dan Kendaraan untuk penanganan
bencana alam.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
- 35 -
Huruf d . . .
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kepentingan lain” adalah
kepentingan yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan keamanan, sosial, dan keadaan darurat yang
disebabkan tidak dapat menggunakan mobil penumpang
atau mobil bus.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Yang dimaksud dengan “trayek” adalah lintasan Kendaraan Bermotor
Umum untuk pelayanan jasa angkutan, yang mempunyai asal dan
tujuan perjalanan tetap, serta lintasan tetap, baik berjadwal maupun
tidak berjadwal.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”angkutan lintas batas negara” adalah
angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas
negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat
dalam trayek.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”angkutan antarkota antarprovinsi”
adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui daerah
kabupaten/kota yang melewati satu daerah provinsi yang terikat
dalam trayek.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”angkutan antarkota dalam provinsi”
adalah angkutan dari satu kota ke kota lain antardaerah
kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi yang terikat dalam
trayek.
- 36 -
Pasal 149 . . .
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”angkutan perkotaan” adalah angkutan
dari satu tempat ke tempat lain dalam kawasan perkotaan yang
terikat dalam trayek.
Kawasan perkotaan yang dimaksud berupa:
a. kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; atau
c. kawasan yang berada dalam bagian dari dua atau lebih
daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri
perkotaan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “angkutan perdesaan” adalah angkutan
dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten
yang tidak bersinggungan dengan trayek angkutan perkotaan.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” adalah instansi
pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
- 37 -
Pasal 156 . . .
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dari pintu ke pintu” adalah pelayanan
taksi dari tempat asal ke tempat tujuan (door to door).
Yang dimaksud dengan “wilayah operasi” adalah kawasan
tempat angkutan taksi beroperasi berdasarkan izin yang
diberikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 153
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keperluan lain” adalah angkutan yang
digunakan untuk karyawan dan keperluan sosial, antara lain,
melayat, olahraga, dan hajatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 154
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tanda khusus” antara lain adalah
tulisan pariwisata dan nama perusahaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
- 38 -
Huruf b . . .
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “angkutan massal berbasis Jalan”
adalah suatu sistem angkutan yang menggunakan mobil bus
dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan
peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal.
Yang dimaksud dengan “kawasan perkotaan” adalah kawasan
perkotaan megapolitan, kawasan metropolitan, dan kawasan
perkotaan besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lajur khusus” adalah lajur yang
disediakan untuk angkutan massal berbasis jalan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tidak berimpitan” adalah trayek
angkutan umum memiliki kesamaan dengan trayek
angkutan massal sehingga memungkinkan timbulnya
persaingan yang tidak sehat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “angkutan pengumpan (feeder)”
adalah angkutan umum dengan trayek yang berkelanjutan
dengan trayek angkutan massal.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Huruf a
Yang dimaksud dengan “angkutan barang umum” adalah
angkutan barang pada umumnya, yaitu barang yang tidak
berbahaya dan tidak memerlukan sarana khusus.
- 39 -
Pasal 166 . . .
Huruf b
Yang dimaksud dengan “angkutan barang khusus” adalah
angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang
khusus untuk mengangkut benda yang berbentuk curah, cair,
dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat
serta membawa barang berbahaya, antara lain:
a. barang yang mudah meledak;
b. gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau
temperatur tertentu;
c. cairan mudah menyala;
d. padatan mudah menyala;
e. bahan penghasil oksidan;
f. racun dan bahan yang mudah menular;
g. barang yang bersifat radioaktif; dan
h. barang yang bersifat korosif.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “angkutan multimoda” adalah angkutan
barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda
angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang
menggunakan dokumen angkutan multimoda dari 1 (satu)
tempat penerimaan barang oleh operator angkutan multimoda
ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang
tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
- 40 -
Pasal 169 . . .
Pasal 166
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tiket Penumpang” adalah dokumen
yang memuat informasi paling sedikit:
a. nomor, tempat duduk, dan tanggal penerbitan;
b. nama Penumpang dan nama pengangkut;
c. tempat, tanggal, dan waktu pemberangkatan serta
tujuan perjalanan;
d. nomor pemberangkatan; dan
e. pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tanda pengenal bagasi” adalah
tanda yang paling sedikit memuat informasi tentang:
a. nomor tanda pengenal bagasi;
b. kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan; dan
c. berat bagasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “surat perjanjian pengangkutan
barang” adalah bukti pembayaran sah antara pengangkut
barang dan pengirim barang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “surat muatan barang” adalah surat
yang menerangkan jenis dan jumlah barang serta asal dan
tujuan pengiriman. Pengangkutan barang dengan surat
muatan barang tidak termasuk angkutan untuk barang
pribadi.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
- 41 -
Pasal 178 . . .
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lokasi tertentu” adalah tempat
pengawasan angkutan barang yang dilakukan secara efektif dan
efisien.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 171
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”jangka waktu tertentu” adalah masa
berlaku izin penyelenggaraan angkutan umum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 176
Cukup jelas.
Pasal 177
Cukup jelas.
- 42 -
Pasal 191 . . .
Pasal 178
Cukup jelas.
Pasal 179
Cukup jelas.
Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “trayek tertentu” adalah trayek angkutan
penumpang umum orang yang secara finansial belum
menguntungkan, termasuk trayek angkutan perintis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Cukup jelas.
Pasal 188
Cukup jelas.
Pasal 189
Cukup jelas.
Pasal 190
Cukup jelas.
- 43 -
Ayat (3) . . .
Pasal 191
Cukup jelas.
Pasal 192
Cukup jelas.
Pasal 193
Cukup jelas.
Pasal 194
Cukup jelas.
Pasal 195
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “memungut biaya tambahan” adalah
pengenaan biaya tambahan di luar biaya yang telah disepakati
oleh pengirim atau penerima barang kepada Perusahaan
Angkutan Umum karena adanya biaya penyimpanan barang
sebagai akibat keterlambatan pengambilan barang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 196
Cukup jelas.
Pasal 197
Cukup jelas.
Pasal 198
Cukup jelas.
Pasal 199
Cukup jelas.
Pasal 200
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 44 -
Pasal 201 . . .
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “program nasional Keamanan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain:
a. Polisi Sahabat Anak;
b. Cara Aman ke Sekolah;
c. Patroli Keamanan Sekolah;
d. Pramuka Saka Bhayangkara Krida Lalu Lintas;
e. Kemitraan Lalu Lintas; dan
f. Pedoman Sistem Keamanan bagi Perusahaan Angkutan
Umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “fasilitas dan perlengkapan
Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain:
a. pusat manajeman Lalu Lintas (traffic management
centre);
b. pusat komunikasi dan sambungan langsung (call centre
and hotline);
c. sirkuit televisi terbatas (closed circuit television);
d. alat pemberi isyarat terjadinya bahaya;
e. Pos Polisi;
f. sarana peraga; dan
g. tombol untuk pemberitahuan keadaan panik (panic
button);
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan” antara lain:
a. cara aman dan selamat ke sekolah; dan
b. cara aman dan selamat berkendara.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
- 45 -
Pasal 204 . . .
Pasal 201
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “alat pemberi informasi” adalah
perangkat elektronik yang berisi informasi dan komunikasi
dengan menggunakan isyarat, gelombang radio, dan/atau
gelombang satelit untuk memberikan informasi dan komunikasi
terjadinya tindak pidana, antara lain lampu isyarat, alat
pelacakan, dan alat petunjuk posisi geografis (global positioning
system).
Pasal 202
Cukup jelas.
Pasal 203
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “program nasional Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain:
a. Polisi Mitra Kampus (Police Goes to Campus);
b. Cara Berkendara dengan Selamat (Safety Riding);
c. Forum Lalu Lintas (Traffic Board);
d. Kampanye Keselamatan Lalu Lintas;
e. Taman Lalu Lintas;
f. Sekolah Mengemudi; dan
g. Kemitraan Global Keselamatan Lalu Lintas (Global Road
Safety Partnership).
Huruf b
Yang dimaksud dengan “fasilitas dan perlengkapan
Keselamatan Lalu Lintas” antara lain alat pemantau
kecepatan dan alat pemantau kemacetan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
- 46 -
Pasal 218 . . .
Pasal 204
Cukup jelas.
Pasal 205
Cukup jelas.
Pasal 206
Cukup jelas.
Pasal 207
Cukup jelas.
Pasal 208
Cukup jelas.
Pasal 209
Cukup jelas.
Pasal 210
Cukup jelas.
Pasal 211
Cukup jelas.
Pasal 212
Cukup jelas.
Pasal 213
Cukup jelas.
Pasal 214
Cukup jelas.
Pasal 215
Cukup jelas.
Pasal 216
Cukup jelas.
Pasal 217
Cukup jelas.
- 47 -
Pasal 225 . . .
Pasal 218
Cukup jelas.
Pasal 219
Cukup jelas.
Pasal 220
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan
(perkumpulan dan sebagainya) yang dalam hukum diakui
sebagai subjek hukum yang dapat dilekatkan hak dan
kewajiban hukum, seperti perseroan, yayasan, dan
lembaga.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 221
Cukup jelas.
Pasal 222
Cukup jelas.
Pasal 223
Cukup jelas.
Pasal 224
Cukup jelas.
- 48 -
Ayat (3) . . .
Pasal 225
Cukup jelas.
Pasal 226
Cukup jelas.
Pasal 227
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “menolong korban” adalah upaya yang
dilakukan untuk membantu meringankan beban penderitaan
korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas, antara lain memberikan
pertolongan pertama di tempat kejadian dan membawa korban
ke rumah sakit.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 228
Cukup jelas.
Pasal 229
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 49 -
Pasal 234 . . .
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “luka ringan” adalah luka yang
mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan
perawatan inap di rumah sakit atau selain yang di klasifikasikan
dalam luka berat.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “luka berat” adalah luka yang
mengakibatkan korban:
a. jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau
menimbulkan bahaya maut;
b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan;
c. kehilangan salah satu pancaindra;
d. menderita cacat berat atau lumpuh;
e. terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih;
f. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau
g. luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih
dari 30 (tiga puluh) hari.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 230
Cukup jelas.
Pasal 231
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan memaksa” adalah situasi di
lingkungan lokasi kecelakaan yang dapat mengancam
keselamatan diri Pengemudi, terutama dari amukan massa dan
kondisi Pengemudi yang tidak berdaya untuk memberikan
pertolongan.
Pasal 232
Cukup jelas.
Pasal 233
Cukup jelas.
- 50 -
Pasal 238 . . .
Pasal 234
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab” adalah
pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkat kesalahan
akibat kelalaian.
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah :
a. orang yang berada di luar Kendaraan Bermotor; atau
b. instansi yang bertanggung jawab di bidang Jalan serta
sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “keadaan memaksa” termasuk
keadaan yang secara teknis tidak mungkin dielakkan oleh
Pengemudi, seperti gerakan orang dan/atau hewan secara
tiba-tiba.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 235
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan membantu berupa biaya pengobatan
adalah bantuan biaya yang diberikan kepada korban, termasuk
pengobatan dan perawatan atas dasar kemanusiaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 236
Cukup jelas.
Pasal 237
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “awak kendaraan” adalah Pengemudi,
Pengemudi cadangan, kondektur, dan pembantu Pengemudi.
- 51 -
Ayat (3) . . .
Pasal 238
Cukup jelas.
Pasal 239
Cukup jelas.
Pasal 240
Cukup jelas.
Pasal 241
Cukup jelas.
Pasal 242
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perlakuan khusus” adalah pemberian
kemudahan berupa sarana dan prasarana fisik dan nonfisik
yang bersifat umum serta informasi yang diperlukan bagi
penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita
hamil, dan orang sakit untuk memperoleh kesetaraan
kesempatan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “prioritas pelayanan” adalah
pengutamaan pemberian pelayanan khusus.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 243
Cukup jelas.
Pasal 244
Cukup jelas.
Pasal 245
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 52 -
Pasal 246 . . .
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “bidang prasarana Jalan” antara
lain informasi tentang:
1. jaringan Jalan;
2. kondisi Jalan dan jembatan;
3. tingkat pelayanan Jalan dan jembatan;
4. bangunan pelengkap;
5. pemeliharaan Jalan; dan
6. pembangunan Jalan;
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain informasi tentang:
1. jaringan angkutan;
2. Terminal;
3. izin trayek;
4. perlengkapan jalan;
5. aturan perintah dan larangan;
6. pengujian Kendaraan Bermotor;
7. alat penimbang Kendaraan Bermotor; dan
8. fasilitas pendukung.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “bidang registrasi dan identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum,
Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
pendidikan berlalu lintas” antara lain informasi tentang:
1. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
2. Kecelakaan Lalu Lintas;
3. pelanggaran Lalu Lintas;
4. situasi dan kondisi Lalu Lintas;
5. administrasi manunggal satu atap;
6. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian;
7. manajemen operasional lalu lintas kepolisian;
8. pendidikan berlalu lintas; dan
9. pelayanan, pelaporan, dan pengaduan masyarakat.
Yang dimaksud dengan “manajemen operasional” adalah
pengelolaan pergerakan dalam sistem Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, antara lain pengaturan, penjagaan,
pengawalan, patroli, kendali, koordinasi, komunikasi, dan
informasi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- 53 -
Pasal 252 . . .
Pasal 246
Cukup jelas.
Pasal 247
Cukup jelas.
Pasal 248
Cukup jelas.
Pasal 249
Ayat(1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pusat pelayanan masyarakat”
adalah wadah yang berfungsi sebagai penyedia informasi
dan sarana berkomunikasi masyarakat di bidang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 250
Cukup jelas.
Pasal 251
Cukup jelas.
- 54 -
Ayat (2) . . .
Pasal 252
Cukup jelas.
Pasal 253
Cukup jelas.
Pasal 254
Cukup jelas.
Pasal 255
Cukup jelas.
Pasal 256
Cukup jelas.
Pasal 257
Cukup jelas.
Pasal 258
Cukup jelas.
Pasal 259
Cukup jelas.
Pasal 260
Cukup jelas.
Pasal 261
Cukup jelas.
Pasal 262
Cukup jelas.
Pasal 263
Cukup jelas.
Pasal 264
Cukup jelas.
Pasal 265
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 55 -
Pasal 269 . . .
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “berkala” adalah pemeriksaan yang
dilakukan secara bersama-sama demi efisiensi dan efektivitas
agar tidak terjadi pemeriksaan yang berulang-ulang dan
merugikan masyarakat.
Yang dimaksud dengan “insidental” adalah termasuk tindakan
petugas terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan,
pelaksanaan operasi kepolisian dengan sasaran Keamanan,
Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, serta penanggulangan kejahatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 266
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah adanya
peningkatan antara lain:
a. angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan;
b. angka kejahatan yang menyangkut Kendaraan Bermotor;
c. jumlah Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi
persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan;
d. tingkat ketidaktaatan pemilik dan/atau pengusaha angkutan
untuk melakukan pengujian Kendaraan Bermotor pada
waktunya;
e. tingkat pelanggaran perizinan angkutan umum; dan/atau
f. tingkat pelanggaran kelebihan muatan angkutan barang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 267
Cukup jelas.
Pasal 268
Cukup jelas.
- 56 -
Pasal 282 . . .
Pasal 269
Cukup jelas.
Pasal 270
Cukup jelas.
Pasal 271
Cukup jelas.
Pasal 272
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”peralatan elektronik” adalah alat
perekam kejadian untuk menyimpan informasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 273
Cukup jelas.
Pasal 274
Cukup jelas.
Pasal 275
Cukup jelas.
Pasal 276
Cukup jelas.
Pasal 277
Cukup jelas.
Pasal 278
Cukup jelas.
Pasal 279
Cukup jelas.
Pasal 280
Cukup jelas.
Pasal 281
Cukup jelas.
- 57 -
Pasal 296 . . .
Pasal 282
Cukup jelas.
Pasal 283
Cukup jelas.
Pasal 284
Cukup jelas.
Pasal 285
Cukup jelas.
Pasal 286
Cukup jelas.
Pasal 287
Cukup jelas.
Pasal 288
Cukup jelas.
Pasal 289
Cukup jelas.
Pasal 290
Cukup jelas.
Pasal 291
Cukup jelas.
Pasal 292
Cukup jelas.
Pasal 293
Cukup jelas.
Pasal 294
Cukup jelas.
Pasal 295
Cukup jelas.
- 58 -
Pasal 310 . . .
Pasal 296
Cukup jelas.
Pasal 297
Cukup jelas.
Pasal 298
Cukup jelas.
Pasal 299
Cukup jelas.
Pasal 300
Cukup jelas.
Pasal 301
Cukup jelas.
Pasal 302
Cukup jelas.
Pasal 303
Cukup jelas.
Pasal 304
Cukup jelas.
Pasal 305
Cukup jelas.
Pasal 306
Cukup jelas.
Pasal 307
Cukup jelas.
Pasal 308
Cukup jelas.
Pasal 309
Cukup jelas.
- 59 -
Pasal 324 . . .
Pasal 310
Cukup jelas.
Pasal 311
Cukup jelas.
Pasal 312
Cukup jelas.
Pasal 313
Cukup jelas.
Pasal 314
Cukup jelas.
Pasal 315
Cukup jelas.
Pasal 316
Cukup jelas.
Pasal 317
Cukup jelas.
Pasal 318
Cukup jelas.
Pasal 319
Cukup jelas.
Pasal 320
Cukup jelas.
Pasal 321
Cukup jelas.
Pasal 322
Cukup jelas.
Pasal 323
Cukup jelas.
- 60 -
Pasal 324
Cukup jelas.
Pasal 325
Cukup jelas.
Pasal 326
Cukup jelas.
Kembali ke AWAL
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara dua benua dan dua samudera, mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk mendukung pembangunan ekonomi, pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional, serta menciptakan ketertiban dunia dan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.
Dalam Undang-Undang ini pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut:
1) urusan pemerintahan di bidang prasarana Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
2) urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
3) urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang industri;
4) urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi; dan
5) urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap pembina bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terlihat lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan. Terhadap hal-hal yang bersifat teknis operasional, yang semula dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya, dalam Undang-Undang ini telah diatur secara tegas dan terperinci dengan
maksud agar ada kepastian hukum dalam pengaturannya sehingga tidak memerlukan lagi banyak peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya. Penajaman formulasi mengenai asas dan tujuan dalam Undang-Undang ini, selain untuk menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain, juga mempunyai tujuan untuk mendorong perekonomian nasional, mewujudkan kesejahteraan rakyat, persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Aspek keamanan juga mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, di dalam Undang-Undang ini juga ditekankan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan.
Dalam Undang-Undang ini juga disempurnakan terminologi mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
Dalam rangka mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis global yang membutuhkan ketangguhan bangsa untuk berkompetisi dalam persaingan global serta untuk memenuhi tuntutan paradigma baru yang mendambakan pelayanan Pemerintah yang lebih baik, transparan, dan akuntabel, di dalam Undang-Undang ini dirumuskan berbagai terobosan yang visioner dan perubahan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-Undang ini berdasar pada semangat bahwa penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang bersifat lintas sektor harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh para pembina beserta para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Guna mengatasi permasalahan yang sangat kompleks, Undang-Undang ini mengamanatkan dibentuknya forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut merupakan badan ad hoc yang berfungsi sebagai wahana untuk menyinergiskan tugas pokok dan fungsi setiap instansi penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka menganalisis permasalahan, menjembatani, menemukan solusi, serta meningkatkan kualitas pelayanan, dan bukan sebagai aparat penegak hukum.
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut mempunyai tugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan keanggotaan forum tersebut terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.
Untuk mempertahankan kelaikan kondisi jalan dan untuk menekan angka kecelakaan, dalam Undang-Undang ini telah dicantumkan pula dasar hukum mengenai Dana Preservasi Jalan. Dana Preservasi Jalan hanya digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan, yang pengelolaannya dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian. Dana Preservasi Jalan dikelola oleh Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri yang membidangi jalan, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan industri di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban mendorong industri dalam negeri, antara lain dengan cara memberikan fasilitas, insentif, dan menerapkan standar produk peralatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pengembangan
industri mencakup pengembangan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan cara dan metode rekayasa, produksi, perakitan, dan pemeliharaan serta perbaikan.
Untuk menekan angka Kecelakaan Lalu Lintas yang dirasakan sangat tinggi, upaya ke depan diarahkan pada penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia.
Upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan Kendaraan, termasuk pengawasan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang lebih intensif. Upaya pengaturan meliputi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan modernisasi sarana dan Prasarana Lalu Lintas. Upaya penegakan hukum dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas.
Dalam rangka mewujudkan kesetaraan di bidang pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang ini mengatur pula perlakuan khusus bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit. Bentuk perlakuan khusus yang diberikan oleh Pemerintah berupa pemberian kemudahan sarana dan prasarana fisik atau nonfisik yang meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan, dan fasilitas pelayanan.
Untuk meningkatkan pelayanan di bidang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, Undang-Undang ini mengatur dan mengamanatkan adanya Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didukung oleh subsistem yang dibangun oleh setiap Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu. Pengelolaan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan mengenai operasionalisasi Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara terintegrasi melalui pusat kendali dan data.
Undang-Undang ini juga menegaskan keberadaan serta prosedur pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) untuk menjamin kelancaran pelayanan administrasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi serta Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas (SWDKLL).
Dalam rangka memajukan usaha di bidang angkutan umum, Undang- Undang ini juga mengatur secara terperinci ketentuan teknis operasional mengenai persyaratan badan usaha angkutan Jalan agar mampu tumbuh sehat, berkembang, dan kompetitif secara nasional dan internasional.
Selanjutnya, untuk membuka daerah terpencil di seluruh wilayah Indonesia, Undang-Undang ini tetap menjamin pelayanan angkutan Jalan perintis dalam upaya peningkatan kegiatan ekonomi.
Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, Undang- Undang ini mengatur persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan bermotor. Setiap jenis Kendaraan Bermotor yang berpotensi menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib dilakukan uji berkala.
Untuk memenuhi kebutuhan angkutan publik, dalam norma Undang- Undang ini juga ditegaskan bahwa tanggung jawab untuk menjamin tersedianya angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dalam pelaksanaanya Pemerintah dapat melibatkan swasta.
Dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas tersebut meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan. Untuk menangani masalah Kecelakaan Lalu Lintas, pencegahan kecelakaan dilakukan melalui partisipasi para pemangku kepentingan, pemberdayaan masyarakat, penegakan hukum, dan kemitraan global.
Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dimaksud, dilakukan dengan pola penahapan, yaitu program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Selain itu, untuk menyusun program pencegahan kecelakaan dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Berkaitan dengan tugas dan wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini diatur bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya PPNS agar selalu berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai koordinator dan pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan serta adanya kepastian hukum sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundangundangan, antara lain Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam Undang-Undang ini, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat.
Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda. Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara Jalan. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang berprestasi.
Undang-Undang ini pada dasarnya diatur secara komprehensif dan terperinci. Namun, untuk melengkapi secara operasional, diatur ketentuan secara teknis ke dalam peraturan pemerintah, peraturan Menteri, dan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Untuk menghindari kekosongan hukum, semua peraturan pelaksanaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang- Undang ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”asas transparan” adalah keterbukaan
dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada
masyarakat luas dalam memperoleh informasi yang benar, jelas,
dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan
berpartisipasi bagi pengembangan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”asas akuntabel” adalah
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah
penjaminan kualitas fungsi lingkungan melalui pengaturan
persyaratan teknis laik kendaraan dan rencana umum
pembangunan serta pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
- 8 -
Pasal 6 . . .
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”asas partisipatif” adalah pengaturan
peran serta masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan,
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, penanganan
kecelakaan, dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas bermanfaat” adalah semua
kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas efisien dan efektif” adalah
pelayanan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang dilakukan oleh setiap pembina pada jenjang
pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Huruf g
Yang dimaksud dengan ”asas seimbang” adalah
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang harus
dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan
prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban Pengguna Jasa
dan penyelenggara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas terpadu” adalah penyelenggaraan
pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan
dengan mengutamakan keserasian dan kesalingbergantungan
kewenangan dan tanggung jawab antarinstansi pembina.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”asas mandiri” adalah upaya
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melalui
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
- 9 -
Pasal 14 . . .
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”
adalah badan ad hoc yang berfungsi sebagai wahana untuk
menyinergikan tugas pokok dan fungsi setiap instansi
penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka:
a. menganalisis permasalahan;
b. menjembatani, menemukan solusi, dan meningkatkan
kualitas pelayanan; dan
c. bukan sebagai aparat penegak hukum.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
- 10 -
Pasal 22 . . .
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”keadaan tertentu” adalah dalam hal
berikut:
a. Lalu Lintas yang membutuhkan Prasarana Jalan adalah
Lalu Lintas dengan muatan sumbu terberat kurang dari 8
(delapan) ton; dan/atau
b. Penyelenggara Jalan belum mampu membiayai penyediaan
Prasarana Jalan untuk Lalu Lintas dengan muatan sumbu
terberat paling berat 8 (delapan) ton.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
- 11 -
Pasal 36 . . .
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
- 12 -
Pasal 43 . . .
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “fasilitas utama” adalah jalur
keberangkatan, jalur kedatangan, ruang tunggu penumpang,
tempat naik turun penumpang, tempat parkir kendaraan, papan
informasi, kantor pengendali terminal, dan loket.
Yang dimaksud dengan “fasilitas penunjang” antara lain adalah
fasilitas untuk penyandang cacat, fasilitas kesehatan, fasilitas
umum, fasilitas peribadatan, pos kesehatan, pos polisi, dan alat
pemadam kebakaran.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lingkungan kerja Terminal” adalah
lingkungan yang berkaitan langsung dengan fasiltas Terminal
dan dibatasi dengan pagar.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”penyelenggara Terminal” adalah unit
pelaksana teknis dari Pemerintah Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
- 13 -
Ayat (2) . . .
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Parkir untuk umum” adalah tempat
untuk memarkir kendaraan dengan dipungut biaya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tempat penyeberangan” dapat
berupa zebra cross dan penyeberangan yang berupa
jembatan atau terowongan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 14 -
Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “mobil penumpang” adalah
Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat
duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk
Pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga
ribu lima ratus) kilogram.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “mobil bus” adalah Kendaraan
Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk
lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi
atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus)
kilogram.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “mobil barang” adalah Kendaraan
Bermotor yang digunakan untuk angkutan barang.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kendaraan khusus” adalah
Kendaraan Bermotor yang dirancang khusus yang memiliki
fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain:
a. Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia;
b. Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
c. alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas
(stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane; serta
d. Kendaraan khusus penyandang cacat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 15 -
Huruf c . . .
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “susunan” terdiri atas:
a. rangka landasan;
b. motor penggerak;
c. sistem pembuangan;
d. sistem penerus daya;
e. sistem roda-roda;
f. sistem suspensi;
g. sistem alat kemudi;
h. sistem rem;
i. sistem lampu dan alat pemantul cahaya, terdiri atas:
1. lampu utama dekat, warna putih, atau kuning
muda;
2. lampu utama jauh, warna putih, atau kuning muda;
3. lampu penunjuk arah, warna kuning tua dengan
sinar kelap-kelip;
4. lampu rem, warna merah;
5. lampu posisi depan, warna putih atau kuning muda;
6. lampu posisi belakang, warna merah; dan
7. lampu mundur, warna putih atau kuning muda;
j. komponen pendukung, yang terdiri atas:
1. pengukur kecepatan (speedometer);
2. kaca spion;
3. penghapus kaca kecuali sepeda motor;
4. klakson;
5. spakbor; dan
6. bumper kecuali sepeda motor.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perlengkapan” terdiri atas:
a. sabuk keselamatan;
b. ban cadangan;
c. segitiga pengaman;
d. dongkrak;
e. pembuka roda;
f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi
Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih, yang
tidak memiliki rumah-rumah; dan
g. peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.
- 16 -
Ayat (3) . . .
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ukuran” adalah dimensi utama
Kendaraan Bermotor, antara lain panjang, lebar, tinggi,
julur depan (front over hang), julur belakang (rear over
hang), dan sudut pergi (departure angle).
Huruf d
Yang dimaksud dengan “karoseri” adalah badan kendaraan,
antara lain kaca-kaca, pintu, engsel, tempat duduk, tempat
pemasangan tanda nomor Kendaraan Bermotor, tempat
keluar darurat (khusus mobil bus), tangga (khusus mobil
bus), dan perisai kolong (khusus mobil barang).
Huruf e
Yang dimaksud dengan “rancangan teknis kendaraan
sesuai dengan peruntukannya” adalah rancangan yang
sesuai dengan fungsi:
a. kendaraan bermotor untuk mengangkut orang; atau
b. kendaraan bermotor untuk mengangkut barang.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “pemuatan” adalah tata cara untuk
memuat orang dan/atau barang.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “penggunaan” adalah cara
menggunakan Kendaraan Bermotor sesuai dengan
peruntukannya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”penggandengan Kendaraan
Bermotor” adalah cara menggandengkan Kendaraan
Bermotor dengan menggunakan alat perangkai.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “penempelan Kendaraan Bermotor”
adalah cara menempelkan Kendaraan Bermotor dengan:
a. menggunakan alat perangkai;
b. menggunakan roda kelima yang dilengkapi dengan alat
pengunci; dan
c. dilengkapi kaki-kaki penopang.
- 17 -
Pasal 55 . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “izin dari Pemerintah” adalah izin
dari kementerian negara yang membidangi sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berdasarkan
rekomendasi dari kementerian yang membidangi industri,
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
- 18 -
Pasal 60 . . .
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Yang dimaksud dengan “perlengkapan yang dapat mengganggu
keselamatan berlalu lintas” adalah pemasangan peralatan,
perlengkapan, atau benda lain pada Kendaraan yang dapat
membahayakan keselamatan lalu lintas, antara lain pemasangan
bumper tanduk dan lampu menyilaukan.
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah
Kendaraan yang karena sifat dan fungsinya diberi lampu isyarat
berwarna merah atau biru sebagai tanda memiliki hak utama
untuk kelancaran dan lampu isyarat berwarna kuning sebagai
tanda yang memerlukan perhatian khusus dari Pengguna Jalan
untuk keselamatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Kendaraan Bermotor yang memiliki hak
utama” adalah Kendaraan Bermotor yang mendapat prioritas
dan wajib didahulukan dari Pengguna Jalan lain.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
- 19 -
Ayat (2) . . .
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”mempunyai kualitas tertentu” adalah
bengkel umum yang mampu melakukan jenis pekerjaan
perawatan berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, serta
perbaikan sasis dan bodi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dimensi” adalah ukuran muatan yang
didasarkan pada panjang, lebar, dan tinggi bak kendaraan yang
memenuhi persyaratan keselamatan Kendaraan, Pengemudi,
dan Pengguna Jalan lain.
Yang dimaksud dengan “berat” adalah beban yang sesuai
dengan kemampuan penarik atau pendorong, kemampuan rem,
dan daya dukung sumbu roda sesuai dengan daya dukung
Jalan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 20 -
e. memindahkan . . .
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “fasilitas pendukung” antara lain berupa
lajur khusus sepeda, fasilitas menyeberang khusus dan/atau
bersamaan dengan Pejalan Kaki.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “cek fisik Kendaraan Bermotor” adalah
cek fisik yang disesuaikan dengan dokumen hasil uji tipe dan
dokumen pendukung lain.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” meliputi:
a. memindahkan kendaraan dari tempat penjual, distributor,
atau pabrikan ke tempat tertentu untuk mengganti atau
melengkapi komponen penting dari Kendaraan yang
bersangkutan atau ke tempat pendaftaran Kendaraan
Bermotor;
b. memindahkan dari satu tempat penyimpanan di suatu pabrik
ke tempat penyimpanan di pabrik lain;
c. mencoba Kendaraan Bermotor baru sebelum kendaraan
tersebut dijual;
d. mencoba Kendaraan Bermotor yang sedang dalam taraf
penelitian; atau
- 21 -
Ayat (2) . . .
e. memindahkan Kendaraan Bermotor dari tempat penjual ke
tempat pembeli.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pengesahan setiap tahun” adalah
sebagai pengawasan tahunan terhadap registrasi dan identifikasi
Kendaraan Bermotor serta menumbuhkan kepatuhan wajib
pajak Kendaraan Bermotor.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “bukti registrasi hilang atau rusak”
adalah kehilangan atau kerusakan Buku Pemilik Kendaraan
Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan/atau
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “spesifikasi teknis Kendaraan
Bermotor diubah” adalah perubahan yang terjadi pada
spesifikasi teknis Kendaraan Bermotor, antara lain perubahan
mesin penggerak, perubahan karoseri, dan modifikasi.
Yang dimaksud dengan “fungsi Kendaraan Bermotor diubah”
adalah terjadinya perubahan fungsi Kendaraan Bermotor
Umum menjadi Kendaraan Bermotor perseorangan atau
sebaliknya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “beralih” adalah Kendaraan Bermotor
yang telah dijual atau dihibahkan.
Huruf d
Cukup jelas.
- 22 -
Huruf b . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “akreditasi” mencakup kelembagaan,
instruktur, kurikulum, kendaraan, pelatihan, dan sarana lain.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Huruf a
Cukup jelas.
- 23 -
Angka 5 . . .
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Kendaraan alat berat” antara lain
traktor, stoomwaltz, forklift, loader, excavator, buldozer, dan
crane.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Yang dimaksud dengan “tempat tertentu lainnya”
antara lain, Halte, pusat distribusi barang, pusat
pemerintahan, pusat pendidikan, dan pusat
perekonomian.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
- 24 -
Pasal 92 . . .
Angka 5
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Surat Izin Mengemudi bentuk lain”
adalah Surat Izin Mengemudi yang bentuknya disesuaikan
dengan perkembangan teknologi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
- 25 -
Ayat (3) . . .
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”tingkat pelayanan” adalah ukuran
kuantitatif (rasio volume per kapasitas) dan kualitatif yang
menggambarkan kondisi operasional, seperti kecepatan,
waktu perjalanan, kebebasan bergerak, keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam arus Lalu
Lintas serta penilaian Pengemudi terhadap kondisi arus
Lalu Lintas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 26 -
Pasal 98 . . .
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”perbaikan geometrik ruas jalan”
adalah perbaikan terhadap bentuk dan dimensi jalan,
antara lain radius, kemiringan, alinyemen (alignment), lebar,
dan kanalisasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “jalan kota” adalah seluruh Jaringan
Jalan yang berada dalam wilayah administratif kota, kecuali
jalan nasional dan jalan provinsi.
Pasal 97
Cukup jelas.
- 27 -
Ayat (3) . . .
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur” adalah pembangunan baru,
perubahan penggunaan lahan, perubahan intensitas tata guna
lahan dan/atau perluasan lantai bangunan dan/atau perubahan
intensitas penggunaan, perubahan kerapatan guna lahan
tertentu, penggunaan lahan tertentu, antara lain Terminal,
Parkir untuk umum di luar Ruang Milik Jalan, tempat pengisian
bahan bakar minyak, dan fasilitas umum lain.
Analisis dampak lalu lintas dalam implementasinya dapat
diintegrasikan dengan analisis mengenai dampak lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait di bidang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan” adalah instansi yang membidangi Jalan,
instansi yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari adalah
waktu yang disediakan untuk memberikan informasi kepada
Pengguna Jalan.
- 28 -
Pasal 106 . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “marka kotak kuning” adalah Marka
Jalan berbentuk segi empat berwarna kuning yang berfungsi
untuk melarang Kendaraan berhenti di suatu area.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 104
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”keadaan tertentu” adalah keadaan
sistem Lalu Lintas tidak berfungsi untuk Kelancaran Lalu Lintas
yang disebabkan, antara lain, oleh:
a. perubahan Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional;
b. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas tidak berfungsi;
c. adanya Pengguna Jalan yang diprioritaskan;
d. adanya pekerjaan jalan;
e. adanya bencana alam; dan/atau
f. adanya Kecelakaan Lalu Lintas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
- 29 -
Pasal 107 . . .
Pasal 106
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”penuh konsentrasi” adalah setiap orang
yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh
perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah,
mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau
video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman
yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga
memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “tanda bukti lain yang sah” adalah
surat tanda bukti penyitaan sebagai pengganti Surat Tanda
Nomor Kendaraan Bermotor, atau Surat Tanda Coba
Kendaraan Bermotor, Surat Izin Mengemudi, dan kartu uji
berkala.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
- 30 -
Pasal 116 . . .
Pasal 107
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kondisi tertentu” adalah kondisi jarak
pandang terbatas karena gelap, hujan lebat, terowongan, dan
kabut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah jika lajur
sebelah kanan atau paling kanan dalam keadaan macet, antara
lain akibat Kecelakaan Lalu Lintas, pohon tumbang, jalan
berlubang, genangan air, Kendaraan mogok, antrean mengubah
arah, atau Kendaraan bermaksud berbelok kiri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
- 31 -
Pasal 121 . . .
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tempat tertentu yang dapat
membahayakan” adalah:
a. tempat penyeberangan Pejalan Kaki atau tempat
penyeberangan sepeda yang telah ditentukan;
b. jalur khusus Pejalan Kaki;
c. tikungan;
d. di atas jembatan;
e. tempat yang mendekati perlintasan sebidang dan
persimpangan;
f. di muka pintu keluar masuk pekarangan;
g. tempat yang dapat menutupi Rambu Lalu Lintas atau Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas; atau
h. berdekatan dengan keran pemadam kebakaran atau sumber
air untuk pemadam kebakaran.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 119
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “isyarat tanda berhenti” dapat berupa
peralatan elektronik atau mekanik yang menunjukkan isyarat
dengan tulisan berhenti.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
- 32 -
Pasal 128 . . .
Pasal 121
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “isyarat lain” antara lain lampu darurat
dan senter.
Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah Kendaraan
dalam keadaan mogok, Kecelakaan Lalu Lintas, dan mengganti
ban.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Yang dimaksud dengan “jaringan Jalan” adalah satu kesatuan
jaringan yang terdiri atas sistem jaringan primer dan sistem jaringan
Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penyelenggaraan kegiatan di luar
fungsinya” antara lain:
a. kegiatan keagamaan;
b. kegiatan kenegaraan;
c. kegiatan olahraga; dan/atau
d. kegiatan budaya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kepentingan pribadi” antara lain untuk
pesta perkawinan, kematian, atau kegiatan lain.
- 33 -
Huruf b . . .
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “fasilitas lain” antara lain lampu yang
ada tandanya bagi Pejalan Kaki.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “retribusi pengendalian Lalu Lintas”
adalah dana yang dipungut dari Pengguna Jalan yang akan
memasuki ruas jalan atau kawasan yang telah ditetapkan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 134
Huruf a
Cukup jelas.
- 34 -
Huruf c . . .
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah
kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara
lain, Kendaraan untuk penanganan ancaman bom,
Kendaraan pengangkut pasukan, Kendaraan untuk
penanganan huru-hara, dan Kendaraan untuk penanganan
bencana alam.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
- 35 -
Huruf d . . .
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kepentingan lain” adalah
kepentingan yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan keamanan, sosial, dan keadaan darurat yang
disebabkan tidak dapat menggunakan mobil penumpang
atau mobil bus.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Yang dimaksud dengan “trayek” adalah lintasan Kendaraan Bermotor
Umum untuk pelayanan jasa angkutan, yang mempunyai asal dan
tujuan perjalanan tetap, serta lintasan tetap, baik berjadwal maupun
tidak berjadwal.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”angkutan lintas batas negara” adalah
angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas
negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat
dalam trayek.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”angkutan antarkota antarprovinsi”
adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui daerah
kabupaten/kota yang melewati satu daerah provinsi yang terikat
dalam trayek.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”angkutan antarkota dalam provinsi”
adalah angkutan dari satu kota ke kota lain antardaerah
kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi yang terikat dalam
trayek.
- 36 -
Pasal 149 . . .
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”angkutan perkotaan” adalah angkutan
dari satu tempat ke tempat lain dalam kawasan perkotaan yang
terikat dalam trayek.
Kawasan perkotaan yang dimaksud berupa:
a. kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; atau
c. kawasan yang berada dalam bagian dari dua atau lebih
daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri
perkotaan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “angkutan perdesaan” adalah angkutan
dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten
yang tidak bersinggungan dengan trayek angkutan perkotaan.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” adalah instansi
pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
- 37 -
Pasal 156 . . .
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dari pintu ke pintu” adalah pelayanan
taksi dari tempat asal ke tempat tujuan (door to door).
Yang dimaksud dengan “wilayah operasi” adalah kawasan
tempat angkutan taksi beroperasi berdasarkan izin yang
diberikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 153
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keperluan lain” adalah angkutan yang
digunakan untuk karyawan dan keperluan sosial, antara lain,
melayat, olahraga, dan hajatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 154
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tanda khusus” antara lain adalah
tulisan pariwisata dan nama perusahaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
- 38 -
Huruf b . . .
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “angkutan massal berbasis Jalan”
adalah suatu sistem angkutan yang menggunakan mobil bus
dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan
peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal.
Yang dimaksud dengan “kawasan perkotaan” adalah kawasan
perkotaan megapolitan, kawasan metropolitan, dan kawasan
perkotaan besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lajur khusus” adalah lajur yang
disediakan untuk angkutan massal berbasis jalan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tidak berimpitan” adalah trayek
angkutan umum memiliki kesamaan dengan trayek
angkutan massal sehingga memungkinkan timbulnya
persaingan yang tidak sehat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “angkutan pengumpan (feeder)”
adalah angkutan umum dengan trayek yang berkelanjutan
dengan trayek angkutan massal.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Huruf a
Yang dimaksud dengan “angkutan barang umum” adalah
angkutan barang pada umumnya, yaitu barang yang tidak
berbahaya dan tidak memerlukan sarana khusus.
- 39 -
Pasal 166 . . .
Huruf b
Yang dimaksud dengan “angkutan barang khusus” adalah
angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang
khusus untuk mengangkut benda yang berbentuk curah, cair,
dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat
serta membawa barang berbahaya, antara lain:
a. barang yang mudah meledak;
b. gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau
temperatur tertentu;
c. cairan mudah menyala;
d. padatan mudah menyala;
e. bahan penghasil oksidan;
f. racun dan bahan yang mudah menular;
g. barang yang bersifat radioaktif; dan
h. barang yang bersifat korosif.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “angkutan multimoda” adalah angkutan
barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda
angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang
menggunakan dokumen angkutan multimoda dari 1 (satu)
tempat penerimaan barang oleh operator angkutan multimoda
ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang
tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
- 40 -
Pasal 169 . . .
Pasal 166
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tiket Penumpang” adalah dokumen
yang memuat informasi paling sedikit:
a. nomor, tempat duduk, dan tanggal penerbitan;
b. nama Penumpang dan nama pengangkut;
c. tempat, tanggal, dan waktu pemberangkatan serta
tujuan perjalanan;
d. nomor pemberangkatan; dan
e. pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tanda pengenal bagasi” adalah
tanda yang paling sedikit memuat informasi tentang:
a. nomor tanda pengenal bagasi;
b. kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan; dan
c. berat bagasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “surat perjanjian pengangkutan
barang” adalah bukti pembayaran sah antara pengangkut
barang dan pengirim barang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “surat muatan barang” adalah surat
yang menerangkan jenis dan jumlah barang serta asal dan
tujuan pengiriman. Pengangkutan barang dengan surat
muatan barang tidak termasuk angkutan untuk barang
pribadi.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
- 41 -
Pasal 178 . . .
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lokasi tertentu” adalah tempat
pengawasan angkutan barang yang dilakukan secara efektif dan
efisien.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 171
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”jangka waktu tertentu” adalah masa
berlaku izin penyelenggaraan angkutan umum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 176
Cukup jelas.
Pasal 177
Cukup jelas.
- 42 -
Pasal 191 . . .
Pasal 178
Cukup jelas.
Pasal 179
Cukup jelas.
Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “trayek tertentu” adalah trayek angkutan
penumpang umum orang yang secara finansial belum
menguntungkan, termasuk trayek angkutan perintis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Cukup jelas.
Pasal 188
Cukup jelas.
Pasal 189
Cukup jelas.
Pasal 190
Cukup jelas.
- 43 -
Ayat (3) . . .
Pasal 191
Cukup jelas.
Pasal 192
Cukup jelas.
Pasal 193
Cukup jelas.
Pasal 194
Cukup jelas.
Pasal 195
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “memungut biaya tambahan” adalah
pengenaan biaya tambahan di luar biaya yang telah disepakati
oleh pengirim atau penerima barang kepada Perusahaan
Angkutan Umum karena adanya biaya penyimpanan barang
sebagai akibat keterlambatan pengambilan barang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 196
Cukup jelas.
Pasal 197
Cukup jelas.
Pasal 198
Cukup jelas.
Pasal 199
Cukup jelas.
Pasal 200
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 44 -
Pasal 201 . . .
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “program nasional Keamanan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain:
a. Polisi Sahabat Anak;
b. Cara Aman ke Sekolah;
c. Patroli Keamanan Sekolah;
d. Pramuka Saka Bhayangkara Krida Lalu Lintas;
e. Kemitraan Lalu Lintas; dan
f. Pedoman Sistem Keamanan bagi Perusahaan Angkutan
Umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “fasilitas dan perlengkapan
Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain:
a. pusat manajeman Lalu Lintas (traffic management
centre);
b. pusat komunikasi dan sambungan langsung (call centre
and hotline);
c. sirkuit televisi terbatas (closed circuit television);
d. alat pemberi isyarat terjadinya bahaya;
e. Pos Polisi;
f. sarana peraga; dan
g. tombol untuk pemberitahuan keadaan panik (panic
button);
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan” antara lain:
a. cara aman dan selamat ke sekolah; dan
b. cara aman dan selamat berkendara.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
- 45 -
Pasal 204 . . .
Pasal 201
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “alat pemberi informasi” adalah
perangkat elektronik yang berisi informasi dan komunikasi
dengan menggunakan isyarat, gelombang radio, dan/atau
gelombang satelit untuk memberikan informasi dan komunikasi
terjadinya tindak pidana, antara lain lampu isyarat, alat
pelacakan, dan alat petunjuk posisi geografis (global positioning
system).
Pasal 202
Cukup jelas.
Pasal 203
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “program nasional Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain:
a. Polisi Mitra Kampus (Police Goes to Campus);
b. Cara Berkendara dengan Selamat (Safety Riding);
c. Forum Lalu Lintas (Traffic Board);
d. Kampanye Keselamatan Lalu Lintas;
e. Taman Lalu Lintas;
f. Sekolah Mengemudi; dan
g. Kemitraan Global Keselamatan Lalu Lintas (Global Road
Safety Partnership).
Huruf b
Yang dimaksud dengan “fasilitas dan perlengkapan
Keselamatan Lalu Lintas” antara lain alat pemantau
kecepatan dan alat pemantau kemacetan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
- 46 -
Pasal 218 . . .
Pasal 204
Cukup jelas.
Pasal 205
Cukup jelas.
Pasal 206
Cukup jelas.
Pasal 207
Cukup jelas.
Pasal 208
Cukup jelas.
Pasal 209
Cukup jelas.
Pasal 210
Cukup jelas.
Pasal 211
Cukup jelas.
Pasal 212
Cukup jelas.
Pasal 213
Cukup jelas.
Pasal 214
Cukup jelas.
Pasal 215
Cukup jelas.
Pasal 216
Cukup jelas.
Pasal 217
Cukup jelas.
- 47 -
Pasal 225 . . .
Pasal 218
Cukup jelas.
Pasal 219
Cukup jelas.
Pasal 220
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan
(perkumpulan dan sebagainya) yang dalam hukum diakui
sebagai subjek hukum yang dapat dilekatkan hak dan
kewajiban hukum, seperti perseroan, yayasan, dan
lembaga.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 221
Cukup jelas.
Pasal 222
Cukup jelas.
Pasal 223
Cukup jelas.
Pasal 224
Cukup jelas.
- 48 -
Ayat (3) . . .
Pasal 225
Cukup jelas.
Pasal 226
Cukup jelas.
Pasal 227
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “menolong korban” adalah upaya yang
dilakukan untuk membantu meringankan beban penderitaan
korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas, antara lain memberikan
pertolongan pertama di tempat kejadian dan membawa korban
ke rumah sakit.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 228
Cukup jelas.
Pasal 229
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 49 -
Pasal 234 . . .
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “luka ringan” adalah luka yang
mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan
perawatan inap di rumah sakit atau selain yang di klasifikasikan
dalam luka berat.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “luka berat” adalah luka yang
mengakibatkan korban:
a. jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau
menimbulkan bahaya maut;
b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan;
c. kehilangan salah satu pancaindra;
d. menderita cacat berat atau lumpuh;
e. terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih;
f. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau
g. luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih
dari 30 (tiga puluh) hari.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 230
Cukup jelas.
Pasal 231
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan memaksa” adalah situasi di
lingkungan lokasi kecelakaan yang dapat mengancam
keselamatan diri Pengemudi, terutama dari amukan massa dan
kondisi Pengemudi yang tidak berdaya untuk memberikan
pertolongan.
Pasal 232
Cukup jelas.
Pasal 233
Cukup jelas.
- 50 -
Pasal 238 . . .
Pasal 234
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab” adalah
pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkat kesalahan
akibat kelalaian.
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah :
a. orang yang berada di luar Kendaraan Bermotor; atau
b. instansi yang bertanggung jawab di bidang Jalan serta
sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “keadaan memaksa” termasuk
keadaan yang secara teknis tidak mungkin dielakkan oleh
Pengemudi, seperti gerakan orang dan/atau hewan secara
tiba-tiba.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 235
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan membantu berupa biaya pengobatan
adalah bantuan biaya yang diberikan kepada korban, termasuk
pengobatan dan perawatan atas dasar kemanusiaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 236
Cukup jelas.
Pasal 237
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “awak kendaraan” adalah Pengemudi,
Pengemudi cadangan, kondektur, dan pembantu Pengemudi.
- 51 -
Ayat (3) . . .
Pasal 238
Cukup jelas.
Pasal 239
Cukup jelas.
Pasal 240
Cukup jelas.
Pasal 241
Cukup jelas.
Pasal 242
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perlakuan khusus” adalah pemberian
kemudahan berupa sarana dan prasarana fisik dan nonfisik
yang bersifat umum serta informasi yang diperlukan bagi
penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita
hamil, dan orang sakit untuk memperoleh kesetaraan
kesempatan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “prioritas pelayanan” adalah
pengutamaan pemberian pelayanan khusus.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 243
Cukup jelas.
Pasal 244
Cukup jelas.
Pasal 245
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 52 -
Pasal 246 . . .
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “bidang prasarana Jalan” antara
lain informasi tentang:
1. jaringan Jalan;
2. kondisi Jalan dan jembatan;
3. tingkat pelayanan Jalan dan jembatan;
4. bangunan pelengkap;
5. pemeliharaan Jalan; dan
6. pembangunan Jalan;
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain informasi tentang:
1. jaringan angkutan;
2. Terminal;
3. izin trayek;
4. perlengkapan jalan;
5. aturan perintah dan larangan;
6. pengujian Kendaraan Bermotor;
7. alat penimbang Kendaraan Bermotor; dan
8. fasilitas pendukung.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “bidang registrasi dan identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum,
Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
pendidikan berlalu lintas” antara lain informasi tentang:
1. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
2. Kecelakaan Lalu Lintas;
3. pelanggaran Lalu Lintas;
4. situasi dan kondisi Lalu Lintas;
5. administrasi manunggal satu atap;
6. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian;
7. manajemen operasional lalu lintas kepolisian;
8. pendidikan berlalu lintas; dan
9. pelayanan, pelaporan, dan pengaduan masyarakat.
Yang dimaksud dengan “manajemen operasional” adalah
pengelolaan pergerakan dalam sistem Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, antara lain pengaturan, penjagaan,
pengawalan, patroli, kendali, koordinasi, komunikasi, dan
informasi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- 53 -
Pasal 252 . . .
Pasal 246
Cukup jelas.
Pasal 247
Cukup jelas.
Pasal 248
Cukup jelas.
Pasal 249
Ayat(1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pusat pelayanan masyarakat”
adalah wadah yang berfungsi sebagai penyedia informasi
dan sarana berkomunikasi masyarakat di bidang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 250
Cukup jelas.
Pasal 251
Cukup jelas.
- 54 -
Ayat (2) . . .
Pasal 252
Cukup jelas.
Pasal 253
Cukup jelas.
Pasal 254
Cukup jelas.
Pasal 255
Cukup jelas.
Pasal 256
Cukup jelas.
Pasal 257
Cukup jelas.
Pasal 258
Cukup jelas.
Pasal 259
Cukup jelas.
Pasal 260
Cukup jelas.
Pasal 261
Cukup jelas.
Pasal 262
Cukup jelas.
Pasal 263
Cukup jelas.
Pasal 264
Cukup jelas.
Pasal 265
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 55 -
Pasal 269 . . .
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “berkala” adalah pemeriksaan yang
dilakukan secara bersama-sama demi efisiensi dan efektivitas
agar tidak terjadi pemeriksaan yang berulang-ulang dan
merugikan masyarakat.
Yang dimaksud dengan “insidental” adalah termasuk tindakan
petugas terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan,
pelaksanaan operasi kepolisian dengan sasaran Keamanan,
Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, serta penanggulangan kejahatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 266
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah adanya
peningkatan antara lain:
a. angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan;
b. angka kejahatan yang menyangkut Kendaraan Bermotor;
c. jumlah Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi
persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan;
d. tingkat ketidaktaatan pemilik dan/atau pengusaha angkutan
untuk melakukan pengujian Kendaraan Bermotor pada
waktunya;
e. tingkat pelanggaran perizinan angkutan umum; dan/atau
f. tingkat pelanggaran kelebihan muatan angkutan barang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 267
Cukup jelas.
Pasal 268
Cukup jelas.
- 56 -
Pasal 282 . . .
Pasal 269
Cukup jelas.
Pasal 270
Cukup jelas.
Pasal 271
Cukup jelas.
Pasal 272
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”peralatan elektronik” adalah alat
perekam kejadian untuk menyimpan informasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 273
Cukup jelas.
Pasal 274
Cukup jelas.
Pasal 275
Cukup jelas.
Pasal 276
Cukup jelas.
Pasal 277
Cukup jelas.
Pasal 278
Cukup jelas.
Pasal 279
Cukup jelas.
Pasal 280
Cukup jelas.
Pasal 281
Cukup jelas.
- 57 -
Pasal 296 . . .
Pasal 282
Cukup jelas.
Pasal 283
Cukup jelas.
Pasal 284
Cukup jelas.
Pasal 285
Cukup jelas.
Pasal 286
Cukup jelas.
Pasal 287
Cukup jelas.
Pasal 288
Cukup jelas.
Pasal 289
Cukup jelas.
Pasal 290
Cukup jelas.
Pasal 291
Cukup jelas.
Pasal 292
Cukup jelas.
Pasal 293
Cukup jelas.
Pasal 294
Cukup jelas.
Pasal 295
Cukup jelas.
- 58 -
Pasal 310 . . .
Pasal 296
Cukup jelas.
Pasal 297
Cukup jelas.
Pasal 298
Cukup jelas.
Pasal 299
Cukup jelas.
Pasal 300
Cukup jelas.
Pasal 301
Cukup jelas.
Pasal 302
Cukup jelas.
Pasal 303
Cukup jelas.
Pasal 304
Cukup jelas.
Pasal 305
Cukup jelas.
Pasal 306
Cukup jelas.
Pasal 307
Cukup jelas.
Pasal 308
Cukup jelas.
Pasal 309
Cukup jelas.
- 59 -
Pasal 324 . . .
Pasal 310
Cukup jelas.
Pasal 311
Cukup jelas.
Pasal 312
Cukup jelas.
Pasal 313
Cukup jelas.
Pasal 314
Cukup jelas.
Pasal 315
Cukup jelas.
Pasal 316
Cukup jelas.
Pasal 317
Cukup jelas.
Pasal 318
Cukup jelas.
Pasal 319
Cukup jelas.
Pasal 320
Cukup jelas.
Pasal 321
Cukup jelas.
Pasal 322
Cukup jelas.
Pasal 323
Cukup jelas.
- 60 -
Pasal 324
Cukup jelas.
Pasal 325
Cukup jelas.
Pasal 326
Cukup jelas.
Kembali ke AWAL